Kamis, 10 April 2014

Pemimpin Ideal dan Amanah dalam Islam

"GEBYAR POLITIK"
Akhir-akhir ini suasana politik semakin memanas. menjelang pemilu legislatif tahun 2014. persaingan perebutan kursi kepemimpinan di ranah politik Dewan Perwakilan Rakyat makin panas.
Seyogyanya kita belajar dari kepemimpinan suri tauladan kita yaitu baginda Nabi Muhammad SAW.
Bagaimana kepemimpinan yang baik menurut islam?

Saya akan menceritakan sebuah kisah seorang pemimpin islam, Khulafah Urrassyidin. Umar Bin Khattab. Pada suatu ketika dikisahkan bahwa Khalifah Umar Bin Abdul Aziz ketika sedang memberikan ceramah di depan rakyatnya, beliau berceramah sambil mengibas-ngibaskan bajunya. Setelah selesai ceramah, salah seorang sahabat menghampiri beliau dan bertanya, “Baginda, ada apa gerangan engkau mengikas-ngipaskan bajumu?”. Kemudian Khalifah Umar menjawab “Bajuku basah, aku cuma punya satu baju, tadi aku cuci dan sekarang aku pakai kembali”.

Mendengar jawaban tersebut tentu saja sahabat sangat kaget. Sahabat kemudian bertanya “Mengapa engkau tidak membeli baju saja dari dana Baitul Mal, engkau adalah pemimpin kami”. Mendengar pertanyaan tersebut khalifah umar kembali menjawab “Ah tidak usah, Aku tidak ingin memberatkan dana umat”.

Luar biasa. Pada waktu kepemimpinan Khalifah Umar, semua rakyatnya makmur. Saat itu di seluruh negeri tidak lagi terdapat mustahiq. Semua orang sudah tergolong muzakki. Panitia zakat sampai bingung akan kemana menyalurkan zakatnya.
Dengan kondisi seperti itu, adalah merupakan hal yang luar biasa ketika seorang pemimpin bahkan tidak mau menggunakan sepeser pun dari uang negara walaupun hanya untuk membeli baju yang padahal digunakan untuk kepentingan negara. Tentu saja ketika itu dana di baitul mal padahal sangat melimpah.

Baginda Rasulullah SAW pun mencontohkan hal yang sama. Masih ingatkah kita dengan cerita Rasulullah menganjal perutnya untuk menahan lapar? Salah seorang sahabat yang mengetahui hal tersebut pernah protes kepada Rasul perihal ini. Sahabat tersebut bertanya kepada Rasul,  “Sebegitu rendahnyakah kami di matamu wahai Baginda,  sampai-sampai engkau tidak mau memberi tahu hal ini kepada kami? Apakah Engkau beranggapan bahwa kami tidak akan membantumu?” Mendengar pertanyaan tersebut, Rasullah menjawab “Wahai sahabat, apa artinya aku sebagai seorang pemimpin kalau aku hanya memberatkan?”.

Dalam cerita lain dikisahkan, suatu ketika sahabat datang ke rumah baginda Rasulullah. Rumah Rasulullah sangat sederhana, hanya diterangi oleh sebuah lilin sebagai penerangan. Sahabat datang kepada Rasulullah untuk bercerita tentang sesuatu. Sebelum bercerita Baginda Rasulullah bertanya dahulu kepada sahabat “Apakah urusan yang akan engkau sampaikan adalah urusan umat atau urusan pribadi?”. Sahabat kemudian menjawab bahwa urusan yang akan ia bicarakan adalah urusan pribadi. Mendengar jawaban tersebut, Rasulullah langsung mematikan lilin yang ada di rumahnya dengan alasan bahwa lilin tersebut adalah milik negara. Tidak boleh digunakan untuk urusan pribadi.

Apa yang telah dicontohkan oleh pemimpin-pemimpin kita pada zaman dahulu tersebut adalah sesuatu yang sangat luar biasa, bagaimana mereka sebagai seorang pemimpin sama sekali tidak mau memberatkan rakyatnya. Seorang Khalifah Umar Bin Abdul Aziz yang ketika itu rakyatnya semua makmur dan dana umat melimpah bahkan tidak mau sedikitpun menggunakan dana tersebut untuk membeli bajunya yang padahal digunakan ketika ia bertugas sebagai Khalifah.

Baginda Rasullah pun begitu luar biasa. Sebagai seorang pemimpin, beliau sama sekali tidak ingin memberatkan rakyatnya. Padahal hidup beliau cukup memprihatinkan dimana beliau bahkan harus mengganjal perut dengan batu untuk menahan lapar. Tapi beliau tidak pernah mengeluh sedikit pun tentang kondisi ini.

Hal ini sangat kontradiktif dengan apa yang terjadi sekarang.khususnya dinegeri kita tercinta. pemimpin sudah terbiasa mengambil uang rakyatnya untuk kepentingan pribadinya. Pemimpin sudah terbiasa menggunakan fasilitas negara bersama keluarganya dalam rangka dinas kenegaraan ke negara lain. Pemimpin juga sudah tertutup matanya terhadap rakyat yang amat jauh berada dibawah garis kemiskinan. Yang kaya bertambah kaya, sedangkan yang miskin bertambah miskin. Tahun demi tahun berlalu kepemimpinan tidak berubah, karena kepemimpinan yang dijalani tidak mencontoh kepemimpinan rasullulloh, suri tauladan kita. Jika kita mengaku ummat Muhammad, lantas pantaskah jika kita tidak mencontohnya. Bukankah semua perilaku dan ucapannya adalah sunahnya?

Mudah-mudahan sekelumit kisah ini bisa membangun pencerahan bagi para pemimpin yang terpilih nanti. Aminnn.....

Pemimpin Ideal dan Amanah dalam Islam Rating: 4.5 Diposkan Oleh: Unknown

0 komentar:

Posting Komentar