Akhir-akhir ini suasana politik semakin memanas. menjelang pemilu legislatif tahun 2014. persaingan perebutan kursi kepemimpinan di ranah politik Dewan Perwakilan Rakyat makin panas.
Seyogyanya kita belajar dari kepemimpinan suri tauladan kita yaitu baginda Nabi Muhammad SAW.
Bagaimana kepemimpinan yang baik menurut islam?
Saya akan menceritakan sebuah kisah seorang pemimpin islam, Khulafah Urrassyidin. Umar Bin Khattab. Pada suatu ketika dikisahkan bahwa
Khalifah Umar Bin Abdul Aziz ketika sedang memberikan ceramah di depan
rakyatnya, beliau berceramah sambil mengibas-ngibaskan bajunya. Setelah
selesai ceramah, salah seorang sahabat menghampiri beliau dan bertanya,
“Baginda, ada apa gerangan engkau mengikas-ngipaskan bajumu?”. Kemudian
Khalifah Umar menjawab “Bajuku basah, aku cuma punya satu baju, tadi aku
cuci dan sekarang aku pakai kembali”.
Mendengar jawaban tersebut tentu saja
sahabat sangat kaget. Sahabat kemudian bertanya “Mengapa engkau tidak
membeli baju saja dari dana Baitul Mal, engkau adalah pemimpin kami”.
Mendengar pertanyaan tersebut khalifah umar kembali menjawab “Ah tidak
usah, Aku tidak ingin memberatkan dana umat”.
Luar biasa. Pada waktu kepemimpinan
Khalifah Umar, semua rakyatnya makmur. Saat itu di seluruh negeri tidak
lagi terdapat mustahiq. Semua orang sudah tergolong muzakki. Panitia
zakat sampai bingung akan kemana menyalurkan zakatnya.
Dengan kondisi seperti itu, adalah
merupakan hal yang luar biasa ketika seorang pemimpin bahkan tidak mau
menggunakan sepeser pun dari uang negara walaupun hanya untuk membeli
baju yang padahal digunakan untuk kepentingan negara. Tentu saja ketika
itu dana di baitul mal padahal sangat melimpah.
Baginda Rasulullah SAW pun mencontohkan
hal yang sama. Masih ingatkah kita dengan cerita Rasulullah menganjal
perutnya untuk menahan lapar? Salah seorang sahabat yang mengetahui hal
tersebut pernah protes kepada Rasul perihal ini. Sahabat tersebut
bertanya kepada Rasul, “Sebegitu rendahnyakah kami di matamu wahai
Baginda, sampai-sampai engkau tidak mau memberi tahu hal ini kepada
kami? Apakah Engkau beranggapan bahwa kami tidak akan membantumu?”
Mendengar pertanyaan tersebut, Rasullah menjawab “Wahai sahabat, apa
artinya aku sebagai seorang pemimpin kalau aku hanya memberatkan?”.
Dalam cerita lain dikisahkan, suatu
ketika sahabat datang ke rumah baginda Rasulullah. Rumah Rasulullah
sangat sederhana, hanya diterangi oleh sebuah lilin sebagai penerangan.
Sahabat datang kepada Rasulullah untuk bercerita tentang sesuatu.
Sebelum bercerita Baginda Rasulullah bertanya dahulu kepada sahabat
“Apakah urusan yang akan engkau sampaikan adalah urusan umat atau urusan
pribadi?”. Sahabat kemudian menjawab bahwa urusan yang akan ia
bicarakan adalah urusan pribadi. Mendengar jawaban tersebut, Rasulullah
langsung mematikan lilin yang ada di rumahnya dengan alasan bahwa lilin
tersebut adalah milik negara. Tidak boleh digunakan untuk urusan
pribadi.
Apa yang telah dicontohkan oleh
pemimpin-pemimpin kita pada zaman dahulu tersebut adalah sesuatu yang
sangat luar biasa, bagaimana mereka sebagai seorang pemimpin sama sekali
tidak mau memberatkan rakyatnya. Seorang Khalifah Umar Bin Abdul Aziz
yang ketika itu rakyatnya semua makmur dan dana umat melimpah bahkan
tidak mau sedikitpun menggunakan dana tersebut untuk membeli bajunya
yang padahal digunakan ketika ia bertugas sebagai Khalifah.
Baginda Rasullah pun begitu luar biasa.
Sebagai seorang pemimpin, beliau sama sekali tidak ingin memberatkan
rakyatnya. Padahal hidup beliau cukup memprihatinkan dimana beliau
bahkan harus mengganjal perut dengan batu untuk menahan lapar. Tapi
beliau tidak pernah mengeluh sedikit pun tentang kondisi ini.
Hal ini sangat kontradiktif dengan
apa yang terjadi sekarang.khususnya dinegeri kita tercinta. pemimpin sudah terbiasa mengambil uang rakyatnya untuk kepentingan pribadinya. Pemimpin sudah terbiasa menggunakan fasilitas negara bersama keluarganya dalam rangka dinas kenegaraan ke negara lain. Pemimpin juga sudah tertutup matanya terhadap rakyat yang amat jauh berada dibawah garis kemiskinan. Yang kaya bertambah kaya, sedangkan yang miskin bertambah miskin. Tahun demi tahun berlalu kepemimpinan tidak berubah, karena kepemimpinan yang dijalani tidak mencontoh kepemimpinan rasullulloh, suri tauladan kita. Jika kita mengaku ummat Muhammad, lantas pantaskah jika kita tidak mencontohnya. Bukankah semua perilaku dan ucapannya adalah sunahnya?
Mudah-mudahan sekelumit kisah ini bisa membangun pencerahan bagi para pemimpin yang terpilih nanti. Aminnn.....
0 komentar:
Posting Komentar